Masyarakat Adat dan Transmigrasi Kecewa Terhadap BLH atas Penahanan Kayu Jati di Pelabuhan Namlea

NASIONALINFO.COMKAB. BURU: Ada kekesalan dan kekawatiran dari masyarakat hukum adat dan masyarakat eks transmigrasi terkait jati yang ditanam dilahan produksi + 12 tahun yang diduga sudah merugikan masyarakat setempat dan sekarang mereka akan menebang tetapi dihalang oleh BLH (Badan Lingkungan Hidup) kab. buru, dengan alasan ada perjanjian yang betul – betul sangat merugikan masyarakat.

Dengan syarat pembagian hasil 70:30 serta 40:60 yang mana pernyataan ini sangat merugikan petani karna 70,60 untuk kehutanan dan 30 ,40 untuk masyarakat padahal mereka menanam dihutan adat dan lahan transimigrasi yang bersertifikat.

Lain hal yang terjadi di desa kayeli, awal progaram kehutanan masuk mereka semua dirapatkan oleh dinas kehutanan kab buru dan diberikan sosialisai untuk segera menebang jati yang sudah ada hutan dan segera menanam jati program degan iming – iming bahwa 5 tahun sudah bisa dipanen, tapi ternyata sudah hampir 10 tahun belum bisa dipanen dan saat mau dipanen sering ditegur oleh pegawai kehutanan di lapangan kata warga kayeli.

Kami masyarakat adat dan masyarakat eks transmigrasi merasa dirugikan dengan program ini, klau kami tidak menanam jati ini mungkin lahan – lahan produktif kita sudah di olah berpuluh-puluh kali dan sudah bisa mendapatkan hasil untuk kebutuhan keluarga kami sehari-hari dan bisa membiayai anak-anak kami dibangku pendidikan. kata diharno masyarakat eks transmigrasi

BLH Kab. Buru Bapak Ajid Hentihu saat dikonfirmasi oleh awak media via WA (whatsapp) pribadix terkait penahanan kayu jati di kontener pelabuhan namlea, sampai saat ini tidak pernah dibalas, kalau menurut pantauan kami awak media dilapangan sebenarnya ini bidangnya kadis kehutanan bukan BLH (badan lingkungan hidup).

Hutan jati milik masyarakat adat dan masyarakat eks transmigrasi yang berada pada lahan adat atau lahan bersertifikat disebut dengan kebun rakyat yang mana itu menjadi milik rakyat dan mereka berhak untuk menebang dan menjual ke siapa saja.

Ditempat terpisah salah satu tokoh adat Wael mengatakan dalam proses penebangan ini juga dari pihak kehutanan telah mendapatkan persenan hasil / 1 kubik sebanyak Rp. 300.000 dan apakah sudah ada PERDA dan PERBUB yang mengatur terkait dengan hasi kayu jati dalam retribusi, kalau tidak ada berarti kelihatan disini ada aktivitas PUNGLI

Setelah oknum awak media melakukan konfirmasi dengan pegawai kehutanan didesa waelo kec. waelata kab. buru tetkait dengan penebangan, pegawai tersebut mengatakan bahwa mereka menebang untuk kayu rumah dan tidak pernah ada bagi – bagi kehutananan tapi ternyata masyarakat adat yang melakukan penebangan tetap menyetor kepihak kehutananan.

Kata PH ” pelaksana harian” UPPL kelas II Namlea Bapak RAUF TUANANI kepada oknum awak media di Lokasi otoritas pelabuhan namlea “kayu yang masuk ke pelabuhan itu mempunyai bukti-bukti yang sah dan kalaupun bukti – bukti dokumen yang tidak sah akan saya tahan dan tidak bisa dimuat.

Laporan : Jhon
Editor: Red

Copyright @ nasionalinfo.com 2019

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *