MASYARAKAT KELAS MENENGAH TIDAK PERLU ASURANSI, BENARKAH?
Writer: Novita Irnanggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan kita akan selalu mengalami gelombang pasar surut. Kita tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi keesokan harinya. Dengan kata lain, kehidupan kita akan selalu mengalami resiko kedepannya. Baik itu resiko bagi diri sendiri, keluarga maupun harta benda yang kita miliki.
Kita tidak menyadari keadaan yang semula baik-baik saja, keluarga yang berada disekeliling kita bahkan harta benda yang kita miliki seketika berubah menjadi musibah dan sulit dikendalikan dan diprediksi. Jika terjadi musibah diluar kendali kita, seperti banjir, kecelakaan, kebakaran, maupun penyakit yang berakibat menghabiskan kerja keras yang kita peroleh selama ini hilang dalam sekejap.
Ditambah dengan kondisi perekonomian saat ini yang merisaukan. Biaya hidup yang semakin mahal khususnya biaya penanganan kesehatan membuat nyawa manusia tidak lagi berharga. Hanya golongan orang kaya atau masyarakat kelas atas yang dapat mengatasi mahalnya biaya perawatan kesehatan. Kondisi tersebut adalah sekelumit kondisi yang harus kita hadapi. Hal inilah yang menyebabkan perlu adanya perlindungan yang mampu menjamin kehidupan kita. Salah satu solusinya adalah dengan memiliki program asuransi.
Untuk masyarakat awam kata asuransi pada dasarnya hanya diperuntukkan untuk golongan orang kaya saja. Dan banyak yang berpikir bahwa masa depan urusan nanti, yang terpenting adalah memenuhi kebutuhan sekarang. Ditambah lagi premi yang tinggi membuat pandangan masayarakat terhadap asuransi semakin buruk. Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat kelas menengah menjadi minim untuk berasuransi.
Yang pertama tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, mengakibatkan asuransi belum menjadi sebuah kebutuhan atau gaya hidup. Dikarenakan masih banyak kebutuhan lain untuk dipenuhi sehingga lebih memilih menyisihkan pendapatannya untuk keperluan proteksi diri sendiri, keluarga, maupun harta bendanya.
Itulah sebabnya, mereka enggan untuk menyisihkan sebagian pengeluaran untuk membayar premi yang identik dengan menabung. Yang kedua faktor budaya, hal ini bisa berakibat mempengaruhi kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi. Apalagi, banyak orang tua umumnya masih menyandarkan harapannya pada anakanaknya. Anak seolah-olah dianggap sebagai “asset” sehingga kemandirian hidup hingga usia senja kurang dipersiapkan.
Yang ketida adalah kurangnya sosialisasi akan asuransi.
Rendahnya kapasitas dunia usaha tentang pentingnya berasuransi menyebabkan upaya dalam melakukan edukasi atau sosialisasi kepada publik masih terbatas. Padahal, sosialisasi tentang pemahaman dan pengetahuan akan asuransi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Masyarakat kelas menengah mungkin sudah mengenal asuransi, tetapi belum merasa butuh untuk membeli asuransi.
Sikap ini mungkin saja dipengaruhi oleh persepsi bahwa asuransi adalah bisnis janji. Kita membeli produk asuransi tetapi menfaatnya baru dirasakan nanti.
Selain itu banyak paradigma negatif masyarakat akan asuransi. Seperti banyaknya orang yang merasa terjebak mengajukan klaim. Nasabah tidak mendapatkan klaim sebagaimana yang dijanjikan di awal. Apalagi dengan adanya program BPJS dari Pemerintah menjadi penghalang masyarakat untuk sadar memiliki asuransi.
Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin tinggi, tapi kesadaran untuk memiliki jaminan kesehatan belumlah besar. Seperti masih kurangnya masyarakat yang memiliki asuransi kesehatan.
Akirnya, ini kembali ke kesadaran kita semua. Baik Pemerintah, masyarakat maupun para pelaku atau praktisi asuransi.
Jadi, masihkan anda berpendapat bahwa asuransi itu hanya untuk golongan orang kaya saja?
Penulis: Novita Irnanggi
Copyright@nasionalinfo.com 2019