Massa Aksi Tuntut Muzakkir di Proses Secara Hukum dan Adat Tolaki Mekongga

Nasionalinfo.com, Kolaka – Menanggapi isi ceramahnya pekan lalu di salah satu Mesjid di Kabupaten Kolaka, Ustadz Muzakkir dituntut agar bertanggung jawab atas apa yang telah ia dakwahkan. Pasalnya, muatan khutbah yang ia sampaikan mengandung unsur sara dan menyinggung tradisi kesukuan adat Tolaki dan Mekongga terkait Mosehe Wonua (pensucian negeri) yang dilaksanakan di Desa Tikonu Kecamatan Wundulako.

Atas kejadian tersebut, ribuan massa dari berbagai desa, kecamatan dan kota yang diinisiasi oleh Lembaga Adat Tolaki (LAT) dan Tamalaki Kabupaten Kolaka padati 4 (empat) titik sentral diantranta Kantor Mapolres, Kantor Depag, Kantor Bupati, serta Kantor DPRD Kabupaten Kolaka, Kamis, (12/03/2020). Gerakan aksi ini, menuntut Muzakkir Arif selaku penceramah atas pernyataannya bahwa tradisi Mosehe Wonua adalah “Perbuatan Syirik Akbar.”

Dalam aksi tersebut, tampil sebagai pembicara atau orator diantaranya Jabir Luhukowi bersama Wakil Bupati Kolaka, Muhammad Jayadin yang juga sebagai Ketua Dewan Adat Tolaki Kabupen Kolaka. Dalam orasinya Muhammad Jayadin, SE.,MH, mengatakan bahwa apa yang telah disampakaikan oleh Sdr Muzakir Arif dalam ceramahnya jumat lalu merupakan suatu pelecehan atau penghinaan terhadap Suku Tolaki/Mekongga bukan hanya yang ada di Kabupaten Kolaka, tetapi menghina semua suku Tolaki yang ada Sulawesi Tenggara ini.

“Penghinaan ini sangat menyakitkan hati kami sebagai suku tolaki yang tidak bisa ditoleransi lagi, ini adalah bentuk pelecehan yang nyata bukan hanya suku Tolaki yang ada di Kolaka, tapi juga menghina semua suku Tolaki atau Tolaki Mekongga yang ada di Sulawesi Tenggara ini.” Pungkas Jayadin

Lanjut Kata Jayadin bahwa, adapun ritual adat Mosehe Wonua, merupakan tradisi yang turun temurun dilaksanakan bagi kami sebagai Suku Tolaki/Tolaki Mekongga, yang mana hal itu telah disahkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan dalam pelaksanaan Adat Mosehe Wonua ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kolaka dalam hal ini, baik dari APBD maupun negara telah mendukung seluruh kegiatan tersebut.

“Kegiatan Mosehe Wonua ini merupakan tradisi turun temurun bagi kami, yang mana kegiatan ini telah disahkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan dalam pelaksanaan Adat Mosehe Wonua ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kolaka dalam hal ini, baik dari APBD maupun negara telah membiayayai seluruh kegiatan tersebut.” Paparnya

Masih kata Jayadin, Karenanya di Bumi Mekongga ini kami punya filosofi tersendiri yang tidak bisa diganggu gugat. Siapa yang datang secara baik-baik maka kami hormati.

“Inae Kona Sara Ie Pinesara, I Nae Lia Sara Ie Pinekasara,” Yang bermakna, Siapa yang datang baik-baik dengan membawa adat atau menghargai adat Maka dia yang di hormati, Tp siapa yang melewati adat atau datang dengan kasar maka dia harus di kasari juga.” Pungkasnya

Berunjuk di Kantor Kemenag, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kolaka, Abdul Azis Baking, menyampaikan bahwa apa yang disampaikan oleh Sdr Muzakkir dalam khutbahnya itu tidak benar dan merupakan pelanggaran kode etik dalam menyampaikan dakwah, karena di dalam menyampaikan dakwah itu harus dengan bil hikmah, tabayyun serta memperhatikan konteks sosialnya. Lagi pula Sdr Muzakkir ini bukan bagian dari binaan dari Departemen Agama Kabupaten Kolaka ini.

“Apa yang disampaikan oleh Sdr Muzakkir dalam khutbahnya itu tidak benar dan merupakan pelanggaran kode etik dalam menyampaikan dakwah, karena di dalam menyampaikan dakwah itu harus dengan bil hikmah, tabayyun serta memperhatikan konteks sosialnya. Lagi pula Sdr Muzakkir ini bukan bagian dari binaan dari Departemen Agama Kabupaten Kolaka ini.” Tegas Abdul Aziz

Ditempat terpisah, selaku orator yang mewakili Lembaga Adat Tolaki (LAT) dan Tamalaki, Jabir mengatakan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh Muzakkir telah melanggar Permendagri Nomor 18 tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, dan ini tidak bisa dibiarkan bahkan hanya terdapat dua pilihan sangki. Baik berupa sangki hukum positif atau sangki hukum adat.

“Apa yang telah dilakukan oleh Muzakkir telah melanggar Permendagri Nomor 18 tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, dan ini tidak bisa dibiarkan bahkan hanya terdapat dua pilihan sangsi. Baik berupa sangki hukum positif atau sangsi hukum adat.” Tegas Jabir

Laporan : Hamdan
Editor : Redaksi

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *