“Kalau seorang GM yang berbicara, jelas kental kepentingannya. Kalau BPK apa kepentingannya disini. Pasti tidak ada dan indikasi korupsi itu sangat kuat karena kenapa PLN menggunakan solar sebagai bahan bakar yang lebih mahal dibanding gas, tentu ini jadi tanda tanya besar. Bisa saja karena ada hal-hal tertentu didalamnya,” telisik Julheri.
Untuk itu, sambungnya, temuan BPK RI ini sudah bisa memunculkan asumsi ada ketidakberesan dalam persoalan penyediaan bahan bakar untuk kapal pembangkit itu.
“Temuan itu harus menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan atau kepolisian untuk melakukan pengusutan kasus ini secara tuntas,” tegasnya.
Julheri juga sangat menyayangkan ditengah sorotan miring terhadap PLN pasca penangkapan mantan Dirutnya Sofyan Basir oleh KPK, upaya-upaya rasuah masih saja terjadi.
“Sangat miris. Kapal yang seyogianya untuk mengatasi krisis listrik kala itu justru jadi bancakan orang-orang yang tak bertanggungjawab demi kepentingan pribadi,” pungkas Julheri.
Terkait pembohongan yang dilakukab GM PLN UIK SBU Bambang Iswanto itu diketahui saat ia dikonfirmasi lewat pesan singkat whatsapp pribadinya dengan melemparkan pertanyaan.
“Terkait kapal pembangkit asal Turki yang pengadaannya terpusat, bagaimana sebenarnya persoalan antara sewa kapal itu dengan pengadaan solar (bahan bakar) yang dipasok PLN utk menggerakkan pembangkit kapal tersebut? Karena pengadaan solar itu diduga kuat sudah disidik gedung bundar Kejagung? Siapa yg bertanggungjawab atas pasokan tersebut?
“Ini pertanyaan siapa mas,” jawab Bambang saat itu.
Tak lama kemudian, pejabat yang bersangkutan kembali menjawab “MVPP saat ini beroperasi dengan bahan bakar gas, tdk pernah MVPP beroperasi dengan solar atau HSD,” tegasnya.
Jawaban Bambang Iswanto jelas sangat kontras berbanding terbalik dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan Rebublik Indonesia (BPK RI) pada April 2018 lalu yang menyatakan telah terjadi pemborosan karena kapal listrik itu menggunakan bahan bakar solar (diesel) yang sangat mahal.
Bahkan secara jelas BPK mengungkap adanya potensi pemborosan sebesar Rp 1,61 triliun di proyek pembangkit listrik.
Menanggapi temuan itu pula, Juru Bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary di Jakarta mengatakan, pengusaha meminta agar pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengurangi Kapal Listrik atau Mobile Power Plant (MPP).
Ia menilai, Kapal Listrik asal Turki ini bakal memicu pemborosan di PLN. “Kapal listrik berbahan bakar diesel dan sangat mahal. Temuan BPK sudah betul,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan, PLN sebaiknya tidak menambah atau meneruskan proyek MPP atau Kapal Listrik. Sebab, ke depan harga energi primer bakal semakin mahal. Harga minyak dunia berpotensi terus meningkat seiring merebaknya serangan Amerika Serikat dan sekutunya ke Suriah. “Kenaikkan harga minyak rentan terhadap peningkatan subsidi dan inflasi. Jadi, dari segala sudut pandang kapal listrik tidak efisien,” pungkas Rizal.
Sebagaimana diketahui, BPK menemukan potensi pemborosan di PT PLN sebesar Rp 1,61 triliun. Dalam laporan pemeriksaan Subsidi Listrik BPK baru-baru ini, pemborosan tersebut dapat terjadi bila PLN tidak menggunakan gas untuk Kapal Listrik di lima daerah dalam dalam dua tahun ke depan.
Seperti diketahui, PLN memulai proyek Kapal Listrik sejak 2015. PLN menargetkan membangun delapan unit di Paya Pasir dan Pulau Nias (Sumatera Utara), Balai Pungut (Riau), Air Anyir dan Belitung Suge (Babel) Tarahan (Lampung), Pontianak (Kalbar), Jerajang (Lombok).
Berdasarkan temuan BPK, biaya produksi Kapal Listrik menggunakan HSD (high speed diesel) mencapai Rp 2.340 per kilowatt jam (kWh) jauh diatas biaya operasi bila menggunakan gas hanya sebesar Rp 1.284-1469 kWh. BPK juga menemukan konsumsi bahan bakar Kapal Listrik lebih besar yakni 0,37-0,41 liter per kWh.
Disisi lain, potensi pemborosan itu tidak diiikuti oleh biaya produksi yang memadai. Berdasarkan uji petik di tiga unit Kapal Listrik realisasi produksi listrik antara November 2017 hingga Desember 2017 tidak sesuai dengan kontrak. PLN dibebani pembayaran sebesar 70 persen dari produski Kapal Listrik, walaupun listriknya tidak terpakai.
Penulis: Sigit
Editor: Red